Kamis, 15 Juli 2010

cerpen palestina

Sajak-sajak
Ibnu Yasher

Teriak Rindu

Orator Berteriak Lantang
Tetapi bungkam seribu sadar

Terowongan bisu yang menganga
Eforia…. Mati,
Al Quds, tercincang
Kita Patah arang
Bermuka mesum yang dihinakan
Ulur, kita telah diam

Kapan kita bersua
Bersua dengan masalah kita
Bukan Masalah Mereka
Masalah Hati yang telah mati.

Tak ada yang terindukan
Kecuali sorak,
Sorak kebersamaan
Bukan buih kecongkakan




Di Akhir Perjuangan
Aku berjalan pada tepi
Pada batas kuasa
Enteng granat mencibir
Luka tak tertutupi
Memoar rindu bersemi pilu
Denting suara peluh
Tetesan anyir tanpa desah
Terkais guludan runtuh
Aku dengan dada busungku
Aku dengan teriak tegasku
Aku tanpa dayaku
Berlari dengan tekad maju
Bunuh aku
Kutahu keputus asaanmu
Aku kan bersama melawan peluru
Dengan yakin di dadaku


Penulis adalah mahasiswa Agroteknologi Angkatan 2008
Aktivis FLP ranting Unhas

Rabu, 14 Juli 2010

TATA’ ( RUH KEPEMIMPINAN)TATA’ ( RUH KEPEMIMPINAN)
Oleh ; Supriadi
Tata’1) kini sedang dalam bilik, ia duduk dengan Dua musuhnya. Meskipun sebenarnya cuma musuh mainan, karena bermusuhan di atas panggung pemilihan kepala dusun tapi tetap saja banyak yang hawatir kepada Tata’. Kekacauan kerap kali mewarnai pemilihan semacam ini, sementara Tata’ tak punya modal otot yang kekar juga lidah yang bisa menghujam musuhnya. Sementara panas dalam bilik lebih panas dari persaingan SBY dan Mega di kala itu.
Tata’ sering di teror tiap malamnya, diancam akan dibunuh jika mengajukan diri sebagai calon kepala dusun.meski begitu tatap seorang yang tak gentar dari ancaman.
Entah apa yang membuat saingan Tata’ begitu bernafsu untuk mengambil kekuasaan di kampung berpenghuni 500-an orang ini, sementara aku paham betul, tak ada gaji tuk jabatan kepala dusun. Yang ada hanya menjadi tukang pa’nikka2) dan diberi amplop lima puluh ribu rupiah, itu pun kalau sedang ada warga yang menikahkan anaknya dengan uang panai’3) yang puluhan juta nilainya. Sementara Tata’ jelas bahwa dia diusung hampir 70% warga kampung, semua tertarik dengan tutur kata yang lembut, dan tertarik kepada Tata’ yang tak pernah sombong. Penduduk seakan percaya jikalau Tata’ menjabat kepala dusun kampung ini akan disinggahi cahaya kemakmuran. Meskipun banyak masyarakat yang tetap masih ragu memilihnya karena takut kampung ini ricuh.
Dua orang yang duduk di samping Tata’ adalah Andi Baso dan Andi Ewang. Dari namanya yang bergelar Andi saja orang-orang sudah tahu kalau keduanya adalah keturunan bangsawan dari Makassar, meskipun telah banyak yang membuat gelar belakangan karena merasa bangsawan, tapi gelar ke dua orang di atas benar-benar Asli, konon mereka berdua masih dalam satu keluarga besar keturunan Karaeng4) Bulaeng. Kekuatan massa yang dimiliki Tata’ semakin kuat, dua orang ini yang sama-sama haus akan kekuasaan mengakibatkan suara mereka pecah akibat memperebutkan suara dari sanak saudara mereka masing-masing yang masih sama dekatnya. Satu kesamaan mereka adalah orang-orang yang sombong dan terkenal merasa dirinya paling jago di kampung ini.
Daeng baso’ saya kenal betul, kalau dia orang yang suka mabuk, tapi ambisi dari keluarganya yang tidak mampu dibendung memaksa andi baso harus maju sebagai calon, tak pantas rasanya dikalahkan menjadi pemimpin oleh keluarga budak seperti kami, itulah prinsip mereka. Sementara daeng Ewang adalah kepala dusun sebelumnya yang mengajukan diri sebagai calon untuk yang kedua kalinya, ia sudah tua. Jadi meskipun orangnya lumayan baik namun jika dibandingkan dengan Tata’ ia jauh terpaut lebih tua.
*****
Jauh dari prediksi semua orang, Tata’ ternyata tak segemilang suara yang di inginkan, suaranya hanya selisih empat suara dari yang lain, tapi syukurlah kini ia telah menang. Meskipun kemenangannya itu sangat tipis. sekitar 150-an suara abstain memilih, masyarakat yang sudah dipastikan memilih Tata’ dicegat untuk tidak ikut memilih jadi sisanya tinggal orang-orang yang berani menentang maut saja untuk menuju bilik pemilihan. Ekspresi Tata’ datar tak ada perasaan haru yang terpancar, begitu pun rasa gentar itu tak pernah terbayang di pelipisnya.
*****
Dua hari ini kampung sepi, aku harus melalui jalan berliku sebelum sampai sekolah, Aku memang sengaja jalan berkelok tak melewati area dua rival Tata’. Katanya aku dihawatirkan dibunuh sembunyi-sembunyi menjadi pelampiasan kekalahan mereka di pemilihan kepala dusun kemarin, Semua orang seperti merahasiakan yang tak pantas disembunyikan bahwa keturunan dari Karaeng Bulaeng adalah orang yang paling sering membunuh, Mereka memang kuasa dalam menghilangkan jejak, maklumlah Desa ini cukup terjal dari keramaian. Polisi akan rugi menjadi penyidik, terlebih polisi sekarang banyak yang tak bisa bergerak tanpa bahan bakar bernama uang.
Hingga akhirnya langkahku terhenyak ketika pulang kerumah sehabis sekolah, kakiku tergetar keras hingga rebah lutut ini menyentuh tanah, tenggorokan serak ini berlilin beku, rumahku ramai dengan orang yang memakai sarung dan kebaya. Bendera putih sobekan seragamku menempel di bambu kuning, kibarannya tandas tertiup air rintik kecil dari langit. Aku terus berlari dengan kuasa cepatnya, aku lewati batangan-batangan manusia yang tengah tertunduk menyeka matanya. Adrenalinku terlempar dalam nadi.
Wajah ibu telah terbaring dengan peluh memenuhi rambutnya yang sedikit beruban.di samping sesosok mayat tertutup kain batik. Kutajamkan mataku ingin melihat raut yang tertutup kain tebal sarung batik. Rasa ini enggan untuk mengakui, kupejamkan mataku sejenak kuharap ini hanyalah mimpi. Namun ketika kubuka kembali wujud itu semakin jelas. Ya, sosok yang terbaring penuh darah itu adalah Tata’. Kudekatkan diriku ke tubuhnya. Tak kuhiraukan lagi puluhan mata yang menatapiku.
Tata’! jerit samar yang ke luar dari tenggorokanku yang tercekat. Tak kuharap balasan dari panggilanku. Namun, aku terus menunggu.
Tata’ ini agus anakmu ruang tangisku semakin keras. Tetap menunggu jawaban. Jawaban yang tak kunjung muncul
Suara bermunculan dalam benakku, pembunuh Tata’ harus aku bunuh juga. Ya Allah hidupkan Tata’ku kembali dia adalah pemimpin harapan yang akan membawa keadilan, baru dua hari ia terpilih dan belum dilantik. Aku berteriak sekuat-kuatnya, meraung sebisa-bisanya kupeluk erat badan kurus Tata’. Entah mengapa orang lain berusaha memisahkanku dengan Tata’’. Darah dari perut Tata’ kugenggam hingga aku di tarik ke belakang jauh dari mayat Tata’.
Pelan aku menatapi tanganku. Kulirik tangan kananku yang memerah di ujung lengan panjang seragam harapan Tata’ banyak bercikan darah . Terus ku cium, terus kuciumi…., kuciumi dengan kepastian bukan lagi dengan kegalauan. Dalam hatiku bertekad akan menjadi pemimpin yang adil, pembela umat memberantas kejahiliaan.
Hingga Tata’ telah terapit oleh papan dan tanah, aku tak pernah melihatnya lagi. Yang ada hanya bayangan hitam yang jauh dari otak bawah sadarku. Kini aku baru bangun dari tidur matiku.sementara ibu aku tak tau kemana. Yang pastinya ia pun tak ikut berjalan ke tempat peristirahatan Tata’. Tata’ semoga engkau tenang di keabadian. Ibu aku siap menggantikan tata’ meskipun umurku baru 13 tahun kita pasti akan hidup.
*****
Sekarang, Setiap aku mendaki tangga-tangga kampus maka yang terbayang adalah Kaki Tata’ yang sedang melangkah. Setiap aku Mengangkat suara mendebat orang bodoh yang hanya bermimpi materi dan rindu kekuasaan maka keberanian Tata’ sedang muncul bersamaku. Dan setiap senyum dinginku. tergambar wajah Tata’ yang dingin tanpa kesombongan sedang mengelus kesadaranku. Hari ini aku yakin tak ada yang lebih pahlawan darinya, pembelajarannya akan menjadi inspirasi manusia di dunia, meskipun hanya bagiku, tapi tunggulah aku akan merubah dunia, jangan belajar dariku. Tapi dari Tata’.

Dalam dinginnya, ketika itu Tata’ berpesan sebelum aku berangkat ke sekolah
“ Kau adalah pemimpin yang adil“.
Seandainya kutahu Tata’ sedang menandatangani surat perjanjian mati dengan Israil pagi itu, maka aku pasti akan bertanya, bagaimana kuncinya untuk menjadi pemimpin Tata’?. Tapi sikap Tata’ adalah jawaban untuk segalanya bahwa Akhlak yang baik dan berani membela yang benar akan memberikan cahaya pesona bahwa kita adalah pemimpin yang dinantikan zaman. sekarang aku yakin, pemimpin yang adil itu adalah aku, tapi tunggu sebentar lagi.

Agus Al fatih,
namaku disebut lagi, dalam penghitungan suara
aku tinggal menunggu hasil pemilu ketua mahasiswa se-Indonesia ini,
Tata’ Kau ku anggap telah berhasil mendidikku, meskipun keterdidikanku lahir dari kematianmu, Tata’.
*****
Penulis Adalah Mahasiswa Universitas Hasanuddin
Ketua Forum Lingkar Pena Ranting Unhas
1) Ayah
2) Wali nikah
3) Uang mahar
4) Gelar raja di Makassar